GAGASAN MERUNUTKAN AL-QUR`AN SECARA KRONOLOGIS

18 July 2010 at 3:53 pm | Posted in Gen 6, KAJIAN, Uncategorized | Leave a comment
Tags: , , , ,

Oleh: Ainul Zikra Lc

Jum`at yang cerah, permulaan musim semi 2 april 2010,  akhirnya kajian dwi mingguan terlaksana,  walaupun  kajiannya sempat mundur satu hari dari hari yang ditetapkan, tapi alhamdulillah kajian tetap berlangsung dengan khidmat. Kajian kali ini  dipresentasikan oleh Alfi Rahmi yang sedang menempuh program s1 tingkat 3 tafsir, dan Faizah Jamili lc.  Kajian yang di moderatori oleh Widya ini bertempat di rumah ummu Wafiyah di madrasah.  Kajian ini berlangsung dari pukul 11 sampai pukul 2 siang,  panasnya hari itu tidak menyurutkan semangat Al-makkiyat ikut serta dalam kajian ini,  walaupun bertempat di sutuah.

Pada kesempatan kali ini,  pemakalah memaparkan tentang jawaban dari gagasan merunutkan Al quran secara kronologis,  yang artinya mengurutkan surat-surat Al quran berdasarkan waktu turunnya dan bukan seperti susunan yang kita lihat pada saat ini. Gagasan ini di di serukan oleh seorang penulis yang bekerja di Kementerian Hukum di Mesir yang bernama Yusuf Rasyid. Dan tulisan ini di tentang dan dijawab oleh Muhammad Abdullah Darraz dalam bukunya Hashadul Qalam.

Pemakalah membagi makalah ini menjadi dua bagian pembahasan,  yang pertama : menjawab dan mendiskusikan gagasan yang di lemparkan oleh Yusuf Rasyid tersebut. Beliau melontarkan beberapa syubhat,  diantaranya beliau mengatakan bahwa susunan Al quran seperti yang ada pada saat ini sangat membingungkan dan mengganggu sistematika pemikiran dan menghilangkan manfaat dari hikmah penurunan Al quran secara berangsur angsur, oleh karena itu hendaknya menyusun Al quran berdasarkan turunnya yaitu surat makkiyah di letakkan berdampingan dengan surat makkiyah, begitu juga surat madaniyyah hendaknya diletakkan berdampingan surat madaniyyah.  Syubhat ini di jawab oleh pemakalah yang di ambil dari berbagai referensi yaitu susunan surat-surat Al quran pada saat ini adalah bersifat tawqifi yaitu datangnya dari Allah dan bukan melalui ijtihad dari sahabat,  maka susunan tersebut tidak boleh di ganggu gugat. Dan penulis itu menerima bahwa dalam satu surat saja boleh jadi mengandung ayat-ayat makkiyah sekaligus madaniyah, kenapa ia tidak bisa menerima bergandengnya dua surat yang berbeda sifatnya, padahal secara logika bergandengannya dua tubuh yang saling berbeda jauh lebih ringan daripada  terdapatnya parsial-parsial yang asing dan sangat berbeda dalam satu tubuh.

Kemudian syubhat selanjutnya yang beliau lontarkan adalah susunan sekarang ini tidak sejalan dengan hikmah tasyri`,benarkah?.

Syubhat ini juga dijawab oleh pemakalah bahwa kritikan ini hanya bersifat teoritis yang tidak memiliki dasar praktis,  dan ini juga menunjukkan bahwa pelontar syubhat lengah terhadap dua sisi pandang yang sangat berbeda. pertama: maqam tanzil dan ta`lim,  dan kedua : maqam tadwin dan tartil.  Maqam tanzil dan ta`li artinya sisi pandang yang lebih menitik beratkan pada kondisi yang mengharuskan diturunkannya wahyu guna mengajarkan manusia kepada yang benar dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.  Sementara maqam tadwin dan tartil artinya sisi pandang yang lebih menfokuskan pada masalah kodifikasi Al quran untuk di baca dan menjadi kitab yang kekal sepanjang zaman serta pegangan bagi umat  manusia sampai hari kiamat nanti.

Pembahasan yang kedua adalah apakah al quran itu besifat tawqifi atau tawfiqi?  Yang dimaksud dengan tawqifi disini adalah susunan  yang telah di tetapkan oleh Allah atau berdasarkan wahyu,  sedangkan yang dimaksud dengan tawfiqi adalah sesuatu yang di tetapkan berdasarkan ijtihad sahabat.  Disini para ulama juga berbeda pendapat dengan memegang berbagai dalil,  yang akhirnya dua pendapat ini ditarjih lagi yaitu al quran itu bersifat tawqifi.

Pemakalah mempresentasikan makalahnya yang berjudul gagasan merunutkan Al quran secara kronologis dan berjumlah 14 halaman ini selama lebih kurang dari 1 jam. Setelah itu di buka sesi tanya jawab,  yang mana peserta kajian sangat antusias dalam sesi ini sehingga hampir seluruh peserta mengajukan pertanyaan dan masukan masukan. Diantaranya ni Dwi memberi usulan untuk menambah kata: “menjawab” di judul makalah agar dipahami bahwa makalah ini bukan mendukung gagasan merunutkan Al quran secara kronologis. Dan juga makalah ini sebaiknya di bagi menjadi 3 bab yaitu,  pendahuluan,  isi, dan penutup serta beberapa masukan lainnya.

Setelah sesi tanya jawab selesai akhirnya selesai juga kajian yang ke-6 itu. Diskusi kali ini memakan waktu lebih kurang 3 jam. Di akhir acara ummu wafiyah menghidangkan kue bolu coklat special..:Subhanallah..acok acok se lah mode ko yo ummu wafi 🙂

Untuk sementara kajian Al makkiyat dicukupkan sampai disini berhubung ujian telah dekat,  selamat menempuh ujian teman-teman semua, mudah-mudahan Allah memberikan nilai yang terbaik.amin…insya Allah kajian akan dilanjutkan kembali setelah dunsanak sadonyo selesai menghadapi ujian termen 2 ini. Don`t miss it..Semangaik  taruih !!!!! 🙂

Diskusi Ilmiah 4: Ayat Al-Quran yang Pertama dan Terakhir Kali Turun

18 March 2010 at 4:29 pm | Posted in AL-QURAN, Gen 5, KAJIAN, Uncategorized | Leave a comment
Tags: , , , ,

Oleh: Arina, Lc (Gen 5 MAKN Putri)

 

Alhamdulillah, diskusi dwi mingguan Almakkiyat yang ke-4, Kamis 4 Maret 2010 yang diadakan di rumah Ummah Mujahid, berlangsung dengan lancar. Meskipun agak molor setegah jam, karena sebagian besar para peserta sudah mulai aktif kuliah, tetapi tidak mempengaruhi semangat para Almakkiyat untuk mengikuti kajian yang dimoderatori oleh Ismarni ini. Makalah yang berjudul Ayat Al-Quran yang Pertama dan Terakhir Kali Turun dipresentasikan oleh duo Ainul Zikra, Lc dan Fitri Shabrina, Lc yang tengah menempuh program pasca sarjana bidang Tafsir di Univ Al-Azhar.

Makalah ini, sesuai dengan judulnya, membahas tentang ayat Al-Quran yang pertama dan yang terakhir diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Pemakalah menyampaikan bahwa diantara faedah mempelajari hal ini adalah untuk mengetahui ayat naskh dan mansukh (yang menghapus hukum ayat yang telah diturunkan terlebih dahulu) dan untuk mengetahui sejarah penetapan hukum Islam yang berangsur-angsur. Juga sebagai bukti keotentikan Al-Quran sebagai wahyu dari Allah, dengan tidak adanya kontradiktif apapun antara ayat-ayat Al-Quran meskipun diturunkan bertahap dalam waktu 23 tahun.

Pemakalah membagi permasalahan ini menjadi dua bagian: pertama, ayat yang pertama dan terakhir turun secara tematik dan kedua, ayat yang pertama dan terakhir turun secara mutlak serta perbedaan pendapat para ulama mengenai hal ini. Kemudian didapatlah kesimpulan bahwa pendapat yang paling benar mengenai ayat yang pertama turun adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai wahyu pertama yang disampaikan oleh Jibril as ketika Rasulullah saw bertahanus di gua Hira. Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surat Al-Baqarah ayat 281 yang turun 9 hari sebelum Rasulullah saw wafat.

Makalah yang berjumlah tujuh belas halaman ini selesai dipresentasikan dalam waktu lebih kurang 45 menit dan dilanjutkan dengan sesi diskusi setelah menunaikan shalat Ashar. Selain berbagai pertayaan berbobot, saran-saran yang dilontarkan kali ini diantaranya agar setiap pemakalah mentakhrij hadis-hadis yang terdapat di dalam makalahnya sesuai dengan metode takhrij hadis. Juga untuk memperbanyak rujukan kitab untuk memperkaya kandungan makalah.

Tanya jawab berlangsung seru sambil mencicipi jeruk dan strawbery sampai menjelang azan maghrib berkumandang. Selesailah sudah kajian dwi mingguan Almakkiyat kali ini. Sampai jumpa di kajian mendatang…Insya Allah kajian hadis dengan tema Kontradiksi Hadis (Mukhtalif Hadis) oleh Desri Ningsih dan Fadhilah Is di ‘Ala Gambe House…

Diskusi Ilmiah 3: Imam Bukhari Dan Penulisan Kitab Shahihnya

18 March 2010 at 4:05 pm | Posted in Gen 7, hadis, KAJIAN, Uncategorized | Leave a comment
Tags: , , ,

Oleh: Desri Ningsih (Gen 7 MAKN Putri)

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, dua minggu masa liburan ujian termen satu telah berakhir, masa liburan yang dilalui dengan berbagai kegiatan, tak terkecuali dengan anggota Almakkiyat, Diskusi Tafsir Hadis yang sempat tawaquf sebulan lebih karna ujian kembali hidup dan aktif. Kamis 18 Februari 2009 merupakan diskusi yang ketiga kalinya, bertempat di rumah uni Retno dengan pemakalah Ummah Mujahid (Kemala Dewi Lc), mahasiswi pasca sarjana Al-Azhar jurusan hadis. Makalah yang disampaikan mengupas tuntas profil Imam Bukhari dan penulisan kitab shahihnya serta  membahas tentang kritikan-kritikan atau syubhat dari orientalis bahkan dari orang Islam sendiri terhadap beliau.

Sunnah merupakan sumber kedua syariat Islam setelah Al-Qur’an, yang merupakan wahyu ghoiru ma’thlu yang membedakannya denagan Alqur’an, karena itu maka hadis yang shahih merupakan hal paling utama dan urgen sekali dalam khazanah hukum Islam. Dengan demikian maka Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dwi tunggal yang tak bisa dipisahkan, namun tidak berarti kedudukan keduanya itu sejajar.

Untuk menshahihkan atau mencari dan mendapatkan sebuah hadis bukanlah hal yang mudah, butuh waktu dan perjalanan yang panjang, seperti yang dilakukan oleh Imam Bukhari Rahimahullah. Dalam mencari  dan menentukan keshahihan sebuah hadis beliau melakukan rihlah atau perjalanan dari daerah ke daerah lain hanya dengan menunggang unta atau kuda dengan bekal hanya sepotong pinu (sejenis roti), bukan seperti sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang serba canggih dan moderen. Adapun tujuan rihlah ini beliau lakukan agar ia langsung mendengar hadis tersebut dari sumbernya, walaupun itu hanya satu hadis beliau rela mengunjungi kota demi kota demi mendapatkan atau mencari keshahihan sanad hadis tersebut sampai benar –benar bersambung keRasulullah SAW tanpa adanya munqoti’.

Imam Bukhari merupakan salah satu dari pembesar ahli hadis yang sangat masyhur, sejak umur sepuluh tahun beliau telah hapal ribuan hadis, dan ketika berumur enam belas tahun beliau juga telah hafal kitab Ibnu Almubarok dan Waki’, kemudian pada umur delapan belas tahun beliau mulai menulis kitab tarikh yang ditulisnya disamping kuburan nabi SAW. Dalam pengembaraannya menuntut ilmu telah menemukannya dengan guru-guru yang berbobot, dia mempunyai guru yang tak terhitung, ini dapat kita bayangkan betapa banyak hadis yang beliau susun dalam kitabnya, sedangkan untuk satu hadis saja beliau harus sabar mendatangi dan mengunjungi beberapa guru sampai ia mendapatkannya benar-benar utuh sanad dan matannya. Dan begitu juga dengan murid-muridnya, sangat banyak sekali yang berguru kepadanya.

Dia mempunyai kecerdasan dan kemahiran yang luar biasa sekali yang mungkin tak ada lagi seperti dia pada zaman sekarang ini. Hal ini terbukti ketika dia datang ke  Bagdad, dan ulama-ulama disana berkumpul untuk menguji kekuatan hafalannya dengan mengambil seratus hadis dan mengacak sanad dan matan hadis- hadis tersebut. Imam Bukhari dengan kecerdasannya yg luar biasa mampu mengembalikan dan membetulkan sanad dan matan hadis-hadis tersebut dengan benar tanpa ada salah sedikit pun, sehingga membuat orang-orang yang ada disana kagum terhadapnya. Dan begitu juga  ketika beliau belajar kepada beberapa orang syaikh di Bashroh, pada waktu itu dia masih anak-anak, dan dia tidak pernah menulis sesuatu pun yang telah didengarnya dan dipelajarinya, hingga sampailah pada suatu hari berkatalah sahabat-sahabatnya” engkau sangat berbeda sekali dari kami, tidak pernah menulis sesuatu pun yang telah kamu pelajari, sunnguh engkau telah menyia-nyiakan waktumu disini dan apa yang telah engkau perbuat? Lalu dia berkata” datangkanlah atau lihatkanlah  kepadaku apa yang telah engkau tulis!”lalu dia menambahnya sekitar lima belas ribu hadis yang dibacanya dari zohri qolbihi (dalam hafalan hatinya), lalu berkata kpd sahabatnya” apakah engkau melihatku  menyia-nyiakan waktu dan hari-hariku?????.

Sebagai seorang pembesar ahli hadis, dia mempunyai karya-karya yang begitu banyak, diantara buku atau karyanya yang paling terkenal adalah al-Jami’us Shahih yang merupakan sebuah kitab hadis yang mencakupberbagai macam pembahasan agama, dan dia mempunyai alasan tersendiri kenapa dia menulis buku ini seperti dalam riwayat disebutkan karna mimpinya pada suatu malam melihat nabi SAW dan ketika Ishaq Bin Rahawaih berkata kepadanya. Dia menyusun kitab ini selama enam belas tahun yang mencakup sebanyak 7275 hadis yang berulang-ulang, adapun yg tidak berulang mencakup sekitar 4000 hadis dengan berbagai manhaj, baik manhajnya dalam penulisan maupun manhajnya dalam menghukum seorang rawi dan otentisitas hadis. Dalam merumuskan manhajnya ini, ia tidak hanya terbatas pada hasil usahanya sendiri tetapi selalu meminta kepada Allah SWT petunjuk pada setiap hadis yang ingin ia tuliskan dalam kitabnya. Imam Bukhari sendiri” saya tidak menuliskan satu hadispun dalam kitab shahih kecuali saya mandi sebelumnya dan shalat dua rakaat“. Dan seluruh hadis yang tercakup dalam kitabya  ini merupakan hadis-hadis shahih dari Rasulullah SAW. Bahkan semua muallaqat yang ada didalamnya dinyatakan shahih oleh para ahli hadis, karena hadis muallaqat tersebut telah beliau tuliskan sanadnya secara lengkap di bagian lain kitab Shahihnya. Sehingga Imam Ibnu Kastir mengomentari dalam kitabnya” Albidayah wan Nihayah“: para ulama telah sepakat menerimanya dan apa-apa yang ada didalamnya, demikian pula seluruh umat Islam”

Waktupun terus berlalu, tiga abad setelah kitab shahih ini disusun, muncul segelintir ulama yang mengkritik hadis-hadis dalam kitab Shahih ini, diantaranya adalah Daruqutni. Kritikan tersebut berdasarkan pada konsep ilmu hadis juga, namun para ulama memandang bahwa pendapat-pendapat yang mengkritik, hanyalah pendapat yang lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah. Bahkan, dua abad setelah kritikan-kritikan itu muncul, para ulama menetapkan Shahih Bukhari sebagai kitab paling otentik kedua setelah Al-Quran. Sehingga tak heran, begitu banyak dari ulama-ulama yang mensyarah (menuliskan penjelasan) kitab ini dan mentakhrijnya.

Namun di zaman kontemporer ini, para tokoh orientalis masih saja mencari dan mencari kekemahan kitab ini. Seperti kritikan mereka terhadap beberapa rijal isnad yang ada didalamnya dan beberapa hadis yang mereka anggap kontradiksi. Namun para ahli hadis tidak lengah dan menyerah begitu saja, seluruh kritikan-kritikan yang mereka lemparkan berhasil dibantah dan dijawab dengan jawaban yang rasional sekali. Sebenarnya tujuan mereka itu adalah untuk menjatuhkan dan menghancurkan Islam, namun mereka tak pernah berhasil melakukannya, karena Allah SWT telah menjamin dan menjaganya sebagai mana Ia menjaga kesucian Al-Qur’an.

Tapi sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri  lagi atau sangat disayangkan sekali pada saat sekarang ini banyak dari  orang Islam sendiri yang cendrung dan mempercayai kritikan-kritikan orientalis tersebu. Bahkan para dosen atau mahasiswa perguruan-perguruan tinggi Islam di dunia telah banyak terpedaya dan terpengaruh oleh pemahaman mereka. Inilah yang menjadi tantangan besar sekaligus tanggung jawab bagi kita sebagai tholibul ilmi sejati untuk terus mendifa’ (membela) dan berusaha meluruskan mereka ke hakikat yang sebenarnya….

Demikianlah sekilas profil Imam Al-Hafiz Al-Fadhil Al-Muhaddis Al-Bukhari. Begitu besar perjuangan, pengorbanan dan kesabarannya dalam menjaga Sunnah Rasulullah SAW. Dan kini kitalah para penuntut ilmu agama yang akan melanjutkan perjuangan, harapan serta cita-cita beliau. Begitu juga untuk menyebarluaskan karya-karyanya yang begitu banyak serta untuk terus menjaganya dari masa kemasa.

Setelah break shalat Ashar, dibukalah sesi diskusi. Semangat dan kecerian yang terpancar di wajah peserta menjadikan diskusi lebih terasa dan bersahaja. Diskusi berjalan hangat, tanpa terasa lima jam telah berlalu. Tempat-tempat jeruk dan strawbery kelihatan “bersih” ludes, piring tahu isi pun tak mau kalah. Azan magrib pun berkumandang syahdu di telinga yang menegur setiap orang yang beriman untuk memenuhi panggilannya. Diskusipun segera ditutup oleh moderator yang begitu semangat sekali membawa acara dari awal sampai akhir…..Almakkiyat tetap semangat!!!!!!!!! See u all next month dalam kajian tafsir Insyaallah di rumah Uni Kem, Saqor Qurays dengan pemateri Ainul Zikra Lc. dan Sabrina Lc. Don’t forget it!:)

Diskusi Ilmiah II: KOMPILASI AL-QURAN

10 December 2009 at 2:36 pm | Posted in AL-QURAN, Gen 8, KAJIAN | 4 Comments
Tags: , , , ,

*oleh Fadilah Is

Orientalis selalu gencar menyelinap dan mencari celah menyudutkan Islam, tak mengenal waktu dan medan. Walaupun badai menghadang tidak menghambat teriakkan kosong mereka. Segala upaya pun dikerahkan, sebutlah nama Gerd R. Joseph Puin, Bothmer, Rippin, R. Stephen Humphreys, Gunter Lulling, Yehuda D. Nevo, Patricia Crone, Michael Cook, James Bellamy, William Muir, Lambton, Tolstove, Morozov dan Wansbroughla dan ribuan yang berjejer dibelakang mereka. Tak ketinggalan mereka pun telah berhasil meniup angin kelabu dan menanamkan akar  tunggang di hati umat islam yang tak memiliki rantai kuat keimanan, Nasr Hamid Abu Zaid, Taha Husain, ‘All Dushti, Ahmad Amin, Fazlur Rahman, dan akhirnya Muhammad Arkoun menjadi pengekor mereka yang sangat aktikf dan kreaktif,

Salah satu serangan yang sangat mereka gentolkan adalah kontroversi dalam kompilasi Al-Quran. Mereka tak ingin kitab suci ini tetap menjadi pegangan hidup kaum muslimin. Mereka mensejajarkan Al-Quran dengan kitab Injil dan Taurat –yang memang telah banyak mengalami perubahan- untuk dikritisi dan dihujat. Mereka menganggap umat Islam adalah bodoh, tertipu oleh distorsi sejarah dimana teks-teks Al-Quran telah tercemar kemurniannya dan sumbernya tidak jelas. Bagi mereka kompilasi Al-Quran hanya berpegang pada khayalan dan rekaan para sahabat belaka, sehingga ilmu hermeunetika wajib diaplikasikan dalam penafsirannya.

Sebagaimana pernyataan Tobi Lester dalam majalah The Athlantic Montly, “kendati umat Islam percaya Al-Qur’an sebagai kitab suci yang tak pernah ternodai oleh pemalsuan tapi mereka {umat Islam} tak mampu memgemukakannya secara ilmiah”.

Inilah yang melatarbelakangi para ahli hadis dan tafsir Almakkiyat tuk mengkaji dan mengeksplorasi segala permasalahan yang mencuat dalam proses kompilasi Al-Quran. Pemakalah yang tampil sudah tak asing lagi di kalangan masisir, andalan Almakkiyat, yang lagi s2 di Universitas Al-Azhar jurusan Tafsir, siapa lagi kalau bukan uni Arina Amir Lc.

Kajian yang dilaksanakan di rumah uni Wirza ini benar-benar seru dan menegangkan serta menampilkan banyak pengetahuan baru dalam arena diskusi. Pembahasan dimulai dari pengertian kompilasi kemudian dikelompokkan atas 3 periode: masa Rasulullah saw, masa Abu Bakar dan Usman bin Affan.

Mulai bagaimana wahyu diturunkan dan dibacakan didiktekan oleh Rasullullah kepada para sahabat untuk kemudian dihafal dan dituliskan di pelapah korma dan kulit onta, sehingga Al-Quran pun tetap terjaga dalam dada (dalam hafalan) dan naskah (dalam tulisan).

Cukup banyak riwayat bahwa lebih kurang enam puluh lima sahabat penulis wahyu yang telah ditugaskan oleh Nabi Muhammad. Mereka diantaranya: Abban bin Sa’id, Abu Umama, Abu Ayyub Ansari, Abu Bakr Siddiq, Ubay bin Ka’b, Ja` far bin Abi Talib, Huzaifa, Khalid bin Walid, Zubair bin `Awwam, Zaid bin Tsabit `Abdullah bin Arqam, `Abdullah bin Rawaha, ` ‘Usman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Talib, ‘Umar bin Khattab, ‘Amr bin al-‘As, Mu’az bin Jabal, dan lain-lain.

Waktu terus berputar, manusia terbaik sepanjang masa, Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah. Puncuk pimpinan Islam selanjutnya dipegang oleh sahabat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pertama. Setelah terjadinya perang Yamamah yang menyebabkan banyaknya syuhada dari para huffaz, Umar bin Khatab mengusulkan agar sang khalifah melakukan kompilasi Al-Quran. Abu Bakar pun menunjuk Zaid bin Tsabit dan timnya untuk mengemban tugas berat ini. Penulisan kembali naskah Al-Quran pada masa itu, didasarkan kepada hafalan dan catatan para sahabat. Panitia menetapkan syarat 2 orang saksi, bahwa hafalan dan tulisan dilakukan di depan Rasulullah saw. Maka terkumpullah Al-Quran dengan ahruf sab’ah dalam bentuk suhuf (naskah-naskah kertas) meskipun belum tersusun dalam kitab seperti sekarang. Tapi dengan proses seleksi dan metode yang super ketat, Al-Quran teruji keotentikannya, tidak seperti yang digembor-digemborkan oleh orientalis

Tahun berganti, kekhalifahan pun sampai pada khalifah ketiga, Usman bin Affan. Dengan adanya berbagai ekspansi, wilayah kekuasaan Islam semakin luas. Para mujahid berangkat dari suku, kabilah dan provinsi yang beragam, sehingga mereka membaca Al-Quran dengan dialek yang berlainan. Ini karena Rasulullah memang telah mengajar mereka membaca Al-Qur’an dalam dialek masing-masing, karena dirasa sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Hal ini memicu terjadinya kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat pada masa itu. Maka khalifah Usman pada tahun 25 H, memerintahkan kembali Zaid bin Tsabit untuk mengkompilasikan Al-Qur’an berdasarkan mushaf yang telah ada, dengan satu luhgah saja yakni lughah Qurasy. Zaid sekali lagi menggunakan seleksi yang sangat ketat sekali dalam melakukan tugas ini dan tetap memperhatikan kemutawatirannya. Mushaf inilah yang disebarkan ke berbagai penjuru Islam dan disepakati ulama hingga saat ini.

Pada masa-masa selanjutnya terjadi penyempurnaan mushaf Usmani mulai dari titik, baris, rubu, juz, pemisah antara ayat dan surah sehingga kitapun dapat membacanya dengan mudah.

Sebenarnya, pembahasan ini telah sering kita kaji dan telaah namun kita  tidak sadar ternyata musuh-musuh Islam berpadu tangan tuk mengacaukan dan mengotak-atik keotentikkan Al-Qur’an. Mereka membuat pertanyaan-pertanyaan yang apabila kita tidak kuat, kita akan mudah terhipnotis, dan tergelincir meragukan Al-Quran yang ada di tangan kita hari ini. Seperti; kenapa Umar bin Khatab khawatir dengan meninggalnya para huffaz, jika memang Al-Qur’an sudah ditulis masa Rasulullah? Mengapa lembaran-lembaran yang ditulis itu tersebar di kalangan sahabat dan tidak disimpan langsung oleh Rasulullah? Kenapa Al-Qur’an tidak langsung dibukukan pada masa Rasulullah tampa harus menunggu periode Usman 15 tahun kemudian? Kenapa terjadi perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an padahal Al-Qur’an adalah mutawatir? Mengapa ketua tim harus Zaid yang notabene masih sangat muda, sedangkan masih banyak sahabat senior lainnya? Mengapa dalam proses kompilasinya tidak mengajak Abdullah bin Mas’ud dan menggunakan shuhuf pribadinya yang disinyalir punya perbedaan? Kenapa 2 ayat terakhir surat at-Taubah tetap dimasukkan padahal hanya Abu Khuzaima al-Ansari saja yang mencatatnya? Dan berbagai pertanyaan lain yang seolah-olah ilmiah dan kritis, tapi ternyata dapat dipatahkan dengan bukti sejarah dan dengan adanya manuskrip-manuskrip Al-Quran sejak abad pertama Hijrah yang masih eksis hingga kini di berbagai museum.

Inilah tantangan kita sebagai mahasiswa al-Azhar khususnya dan penuntut ilmu agama umumnya, untuk menyebarluaskan hujjah-hujjah yang kuat bahwa Al-Quran memang terhindar dari pemalsuan dan perubahan, dan itu dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu buku yang juga dikupas dalam kajian Almakkiyat kali ini adalah The History of The Qur’anic Text from Revelation to Compilation (Sejarah Teks Al-Quran Dari Wahyu Sampai Kompilasinya) karya Prof. Dr. M.M al A’zami -guru besar Universitas King Saud- yang membeberkan fakta-fakta ilmiah keotentikan Al-Quran dalam proses kompilasi.

Dalam semua tataran, Al-Qur’an akan selalu mendapat hujatan dari kalangan yang memusuhi tegaknya agama Allah di muka bumi. Jika belum mampu berbuat banyak menangkis semua serangan, sekurang-kurangnya kita harus terus berusaha mendalami dan memahami prinsip-prinsip agama kita yang tidak mungkin dapat diubah oleh peredaran zaman. Di atas segalanya, kita harus menjadikan Al-Qur’an sebagai referensi kita. Bagian teks mana pun yang mungkin berlainan dengan mushaf yang ada -terserah apa yang hendak mereka sebutkan- adalah bukan dan tidak akan menjadi bagian dari Al-Qur’an. Demikian halnya, segala upaya dari pihak non­ muslim yang ingin mencekoki pikiran tentang dasar-dasar ajaran agama kita, mesti kita tolak tanpa harus berpikir panjang. Bagaimana pun keadaan suhu politik, pandangan kaum muslimin terhadap kitab suci ini mesti tetap tak akan tergoyahkan: ia adalah kalam Allah, yang konstan, ter­pelihara dari kesalahan, tak mungkin dapat diubah, dan mukjizat yang tak mungkin direkayasa.

Tamim ad-Dari meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:

agama ini akan sampai pada apa yang dapat dicapai oleh siang dan malam, dan Allah tidak akan meninggalkan sebuah rumah apa pun, baik itu terbuat dari tanah atau bulu hewan [yaitu di kota atau di desa) sehingga Allah memasukkan agama ini ke dalamnya, baik melalui kebesaran orang-orang yang mulia ataupun melalui kerendahan orang yang di­pandang rendah. Begitulah, Allah akan memberi karunia terhadap Islam, dan Allah akan merendahkannya disebabkan kekufuran.”

Firman Allah telah terang-terang mengatakan :

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyem­purnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk Al-Qur’an dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.

Ini baru secercah pembahasan tentang kitab suci kita. Masih banyak pe-er yang telah menunggu di hadapan kita, ayo Almakkiyat tunjukkan jati dirimu, chayo-cahyo…

Diskusi ditutup shalat magrib dan hidangan mie goreng panas yang semakin menghangatkan sore ceria di awal musin dingin ini. Hmm… perut lapar nih…, otak dah berisi perutpun bernyanyi….saatnya makan…..syukran ya Ummu Usman dan Etek Ira…

Yuk kita ikuti terus episode kajian Almakkiyat selanjutnya, dijamin akan tambah seru dan hangat……..

Tapi sabar yah, ba’da imtihan kita sambung………dengan pemakalah pertama uni Kemala Dewi Lc dengan kajian hadis kontemporer di rumah Ummu Fatimah. Jangan sampai ketinggalan ya……………. Salam ^_^

*Mahasiswi tk 3 Hadis Univ Al-Azhar – gen 7 MAKN Putri

DISKUSI ILMIAH I: KAJIAN HADIS ANTARA ULAMA DAN FEMINIS

9 November 2009 at 3:39 pm | Posted in Gen 9, hadis, KAJIAN | 2 Comments
Tags: , , ,

oleh: Lina Rizki Utami*

Kalo bicara soal kajian, biasanya tak terlepas dari sorotan membosankan dan bikin ngantuk, tapi tidak untuk kajian yang satu ini. Diskusi Ilmiah Tafsir-Hadis Almakkiyat, yang membuat wawasan bertambah dan ilmu meluas. Alhamdulillah, 5 November 2009 kemaren, Almakkiyat telah menyelenggarakan salah satu agenda istimrornya, yaitu kajian ilmiah tafsir hadis yang rencananya diadakan rutin setiap kamis di mingu pertama dan ketiga tiap bulannya. Kajian berdurasi 3,5 jam di rumah Ummu Abdullah ini, diisi oleh Uni Dwi Sukmanila Sayska sebagai pemakalah perdana. Dikemas dengan bahasa lugas dan sederhana dalam sebuah makalah ilmiah, dan dipresentasikan dengan enjoy oleh pemakalah. Tapi kajian yang dihadiri 15 anggota ini, tetap memegang norma-normanya yang bersifat ilmiah, akurat dan terdepan. Informasi yang kita terima adalah hotnews yang ter-update, so…ga bakal ketinggalan isu-isu kontemporer deh.

Tema yang diusung adalah “Metode Kritik Dan Pemahaman Hadis Antara Ulama Dan Feminis”. Tema ini sangat menarik bagi Almakkiyat, karena selain menyuguhkan metode kritik sanad dan matan hadis menurut para ulama klasik dan kontemporer, juga membuka wawasan kita tentang kajian feminis dalam memahami hadis, terutama hadis tentang kewanitaan. Contohnya, hadis tentang wanita penduduk neraka paling banyak serta kurang akal dan agamanya, hadis tentang istri sujud pada suami, hadis tentang wali nikah yang mesti seorang lelaki, bahkan wali berhak memaksanya sehingga menghalangi wanita menikah dengan calon pilihannya, hadis tentang konsep mahram bagi wanita dalam perjalanan sehingga membatasi ruang gerak kaum wanita, hadis yang menyatakan laknat malaikat atas istri, jika enggan memenuhi panggilan suami ke tempat tidur, sehingga istri bagaikan sekedar objek pemuas nafsu lelaki dan sebagainya.

Dalam menseleksi sebuah hadis, ulama telah menerapkan kritik sanad yang sangat ketat sejak abad pertama Hijrah. Seorang rawi tidak saja dinilai kecerdasan dan kekuatan hafalannya (dhabt), tapi juga kewaraan dan keshalehan pribadinya (‘adalah). Ibnu Sirin (w.110 H) mengisahkan kejadian di masa shahabat: “Pada mulanya kaum muslimin jika mendengar sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berdirilah bulu roma mereka. Namun, setelah terjadinya fitnah, jika mendengar hadis mereka selalu menanyakan: “Sebutkanlah rawi-rawi hadis kalian itu”. Jika rawinya adalah orang-orang yang berpegang pada sunnah (ahl al-sunnah) maka hadis mereka terima, tetapi jika rawi-rawinya pelaku bid’ah (ahli al-bidah) maka hadisnya ditolak.

Memang hadis baru dibukukan secara resmi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (w.101 H), tetapi bukan berarti tidak ada shahabat yang menulis hadis. Bahkan untuk menentukan otentisitas sebuah hadis, selain meneliti kredibilitas rawi, para ulama shabat juga saling membandingkan riwayat-riwayat yang mereka dengar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Pemakalah memberikan contoh riwayat tentang kritik matan yang terjadi di kalangan shahabat, yaitu Aisyah mengkritik riwayat Abu Hurairah, dan kisah Khulafaurrasyidin menguji keotentikan hadis dengan meminta rawi mendatangkan saksi atau bersumpah. Inilah cikal bakal kritik matan yang kemudian semakin berkembang dan melahirkan berbagai cabang ilmu hadis seperti ilmu mukhtalaf hadis, nasikh mansukh, dan lain-lain. sekaligus mematahkan tudingan kalangan feminis bahwa ulama hadis mengabaikan kritik matan sehingga meloloskan hadis-hadis misoginis.

Tongkat eftafet penelitian hadis dan penjagaannya dari pemalsuan terus berlanjut dalam majlis ilmu dan pena para ulama dari generasi ke generasi. Hingga di abad ke 3 Hijrah menjadi masa keemasan dalam pembukuan hadis dimana lahirlah kitab-kitab hadis monumental yang kita nikmati hari ini.

Sedangkan dalam memahami sebuah hadis, para ulama juga telah menetapkan berbagai kaidah, yaitu: memahami hadis sesuai petunjuk Al-Quran, menggabung hadis-hadis yang bertema sama dan menyelesaikan jika seolang-olah saling bertentangan, meneliti asbabul wurud dan kondisi ketika disabdakan, menganalisa redaksi bahasa (majaz/kiasan atau fakta, muthlaq atau muqayyad dll). Semua ini dilakukan para ulama demi menyebarkan pemahaman yang lurus terhadap hadis-hadis Rasulullah yang merupakan pilar kedua agama ini setelah Al-Quranul karim. Bukan seperti kecurigaan segelintir feminis muslim bahwa ulama memahami hadis dan meletakkan pondasi fiqh demi mengukuhkan dominasi laki-laki dan budaya patariarki. Sedangkan kaum feminis sendiri dalam menilai sebuah hadis cendrung memakai logika akal semata berdasarkan ide kesetaraan gender yang diusungnya.

Setelah dikupas tuntas dengan diskusi aktif dengan para anggota, terbukti bahwa para feminis mengkaji hadis tidaklah mendalam, hanya mengekori pendapat  orang-orang sebelum mereka dari kalangan orientalis dan pemikir Islam yang berpegang pada ideologi feminis. Mereka lebih mengedepankan logika akal semata dan berpegang pada ilmu humaniora barat, sehingga mendapat kesimpulan yang jauh berbeda dari apa yang telah disepakati oleh ulama klasik maupun kontemporer.

Klaim mereka yang mengatakan dalam hadis terdapat unsur misoginis yang tak sesuai dengan kesetaraan gender tidaklah terbukti. Sebab, dalam Islam keadilan antara lelaki dan perempuan bukanlah semata-mata sama segala sesuatunya, tapi menempatkan posisi mereka secara adil, setara hak dan kewajiban sesuai fitrah masing-masing. Semestinya, para feminis muslim, dalam memperjuangkan hak-hak wanita, tetap membangun kerangka berfikir dengan menggunakan cara hidup (worldview) Islam. Bukan malah menarik masalah sosial ke akar ideologis yang membuat mereka selalu menyalahkan teks-teks agama –al-Quran dan hadis– serta penafsiran ulama sebagai pemicu terjadinya ketidakadilan dan penindasan terhadap wanita dalam masyarakat muslim.

So…jelaslah sudah, dengan kajian ini bertambahlah wawasan tentang perbandingan cara mengkritik dan memahami hadis antara ulama dan feminis yang menentang sebagian hadis sahih demi mengusung ide kesetaraan gender yang mereka anut.

Bagi yang belum ikutan diskusi perdana, gak usah kecil hati…tuk kajian berikutnya Almakkiyat punya Uni Arina Amir yang akan membahas kajian tafsir. Insya Allah akan digelar hari Kamis, 19 November 2009 jam 2 siang waktu Kairo di rumah Ummu Utsman. Bagi anggota tetap (yang juga akan dapat giliran presentasi), makalah akan disebar satu atau dua hari sebelum acara. Tapi tidak menutup peluang bagi akhwat lain untuk tetap hadir diskusi, meskipun harus copy makalah sendiri…^_^

Come on ukhti fillah….Lets kita hadiri, kita simak, n kita amalkan. Wallahua’lam bishawab.

*Mahasiswi Syariah Islamiyah Univ Al-Azhar – Gen 9 MAKN Putri

Blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.